Kemudian Durna memberi petunjuk kepada Sena, bahwa jika ia telah menemukan air suci itu ,maka akan berarti dirinya mencapai kesempurnaan, menonjol diantara sesama makhluk,dilindungi ayah-ibu, mulia, berada dalam triloka,akan hidup kekal adanya. Selanjutnya dikatakan, bahwa letak air suci ada di hutan Tibrasara, dibawah Gandawedana, di gunung Candramuka, di dalam gua. Kemudian setelah ia mohon pamit kepada Druna dan prabu Suyudana, lalu keluar dari istana, untuk mohon pamit, mereka semua tersenyum, membayangkan Sena berhasil ditipu dan akan hancur lebur melawan dua raksasa yang tinggal di gua itu, sebagai rasa optimisnya ,untuk sementara merekamerayakan dengan bersuka-ria, pesta makan minum sepuas-puasnya.
Setelah sampai di gua gunung Candramuka, air yang dicari ternyata tidak ada, lalu gua disekitarnya diobrak-abrik. Raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang berada di gua terkejut, marah dan mendatangi Sena. Namun walau telah dijelaskan niat kedatangannya, kedua raksasa itu karena merasa terganggu akibat ulah Sena, tetap saja mengamuk. Terjadi perkelahian .......Namun dalam perkelahian dua Raksaksa tersebut kalah, ditendang, dibanting ke atas batu dan meledak hancur lebur. Kemudian Sena mengamuk dan mengobrak-abrik lagi sampai lelah,dalam hatinya ia bersedih hati dan berfikir bagaimana mendapatkan air suci tersebut.Karena kelelahan,kemudian ia berdiri dibawah pohon beringin.
Tak lama kemudian, Sena mendengar suara tak berwujud : "Wahai cucuku yang sedang bersedih,enkau mencari tidak menjumpai, engkau tidak mendapat bimbingan yang nyata, tentang tempat benda yang kau cari itu, sungguh menderita dirimu". Diceritakan saat Sena sudah pasrah..... suara itu yang ternyata adalah dua dewa, Sang Hyang Endra dan Batara Bayu, yang memberitahu bahwa dua raksasa yang dibunuh Sena,ternyata memang sedang dihukum Hyang Guru. Lalu dikatakan juga agar untuk mencari air kehidupan, Sena di perintahkan agar kembali ke Astina.Perintah inipun dituruti lagi.........
Setibanya di serambi Astina, saat lengkap dihadiri Resi Druna, Bisma, Suyudana, Patih Sangkuni, Sindukala, Surangkala, Kuwirya Rikadurjaya, Jayasusena, lengkap bala Kurawa, dan lain-lainnya, terkejut....! atas kedatangan Sena. Ia memberi laporan tentang perjalannya dan dijawab oleh Sang Druna :bahwa ia sebenarnya hanya diuji, sebab tempat air yang dicari, sebenarnya ada di tengah samudera. Suyudana juga membantu bicara untuk meyakinkan Sena.
Karena tekad yang kuat maka Senapun lalu ia pergi lagi....., yang sebelumnya ia sempat mampir dahulu ke Ngamarta.(tempat para kerabatnya berada)
Sementara itu di Astina keluarga Sena ynag mengetahui tipudaya pihak Kurawa mengirim
Ketika sedang asyik berbincang-bincang, datanglah Sena, yang membuat para Pandawa termasuk Pancawala, Sumbadra, Retna Drupadi dan Srikandi, dan lain-lainnya, senang dan akan mengadakan pesta. Namun tidak disangka, karena Sena ternyata melaporkan bahwa ia akan meneruskan pencarian air suci itu, yaitu ke tengah samudera. Nasehat dan tangisan, termasuk tangisan semua sentana laki-laki dan perempuan, tidak membuatnya mundur.
Sena berangkat pergi, tanpa rasa takut keluar masuk hutan, naik turun gunung, yang akhirnya tiba di tepi laut. Sang ombak bergulung-gulung menggempur batu karang bagaikan menyambut dan tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia di tipu agar masuk ke dalam samudera, topan datang juga riuh menggelegar, seakan mengatakan bahwa Druna memberi petunjuk sesat dan tidak benar.
Bagi Sena, lebih baik mati dari pada pulang menentang sang Maharesi, walaupun ia tidak mampu masuk ke dalam air, ke dasar samudera. Maka akhirnya ia berpasrah diri, tidak merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak dewata yang agung, karena sudah menyatakan kesanggupan kepada Druna dan prabu Kurupati, dalam mencari Tirta Kamandanu, masuk ke dalam samudera.
Dengan suka cita ia lama memandang laut dan keindahan isi laut, kesedihan sudah terkikis, menerawang tanpa batas, lalu ia memusatkan perhatian tanpa memikirkan marabahaya, dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tampak kegembiraannya, dan tak lupa digunakannya ilmu Jalasengara, agar air menyibak.
Alkisah ada naga sebesar segara anakan, pemangsa ikan di laut, wajah liar dan ganas, berbisa sangat mematikan, mulut bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit Sena sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena bingung dan mengira cepat mati, tapi saat lelah tak kuasa meronta, ia teringat segera menikamkan kukunya, kuku Pancanaka, menancap di badan naga, darah memancar deras, naga besar itu mati, seisi laut bergembira.
Tekad yang sudah sempurna, dengan penuh semangat, Raden Arya Wrekudara kemudian pulang dan tiba ke negerinya, Ngamarta, tak berpaling hatinya, tidak asing bagi dirinya, sewujud dan sejiwa, dalam kenyataan ditutupi dan dirahasiakan, dilaksanakan untuk memenuhi kesatriaannya. Permulaan jagad raya, kelahiran batin ini, memang tidak kelihatan, yang bagaikan sudah menyatu, seumpama suatu bentukan, itulah perjalanannya.
Bersamaan dengan kedatangan Sena, di Ngamarta sedang berkumpul para saudaranya bersama Sang Prabu Kresna, yang sedang membicarakan kepergian Sena, cara masuk dasar samudera. Maka disambutlah ia, dan saat ditanya oleh Prabu Yudistira mengenai perjalanan tugasnya, ia menjawab bahwa perjalanannya itu dicurangi, ada dewa yang memberi tahu kepadanya, bahwa di lautan itu sepi,tidak ada air penghidupan. Gembira mendengar itu, lalu Kresna berkata :"Adikku ketahuilah nanti, jangan lupa segala sesuatu yang sudah terjadi ini".
Sampai disini cerita singkat tentang Dewa Ruci.
MAKNA AJARAN DEWA RUCI
Oleh : Dikha Sudarmaji damro
KETERANGAN AWAL :
Resi durna memang seolah-olah ingin mencelakakan bima dengan menyuruhnya mencari air kehidupan di tempat-tempat yang angker dan berbahaya, dan juga mengetahui bahwasanya wrekudara/bima sena/raden brotoseno tidak dapat berenang. Namun terlepas dari berbagai pendapat yang menyatakan bahwa resi Durna ingin mencelakakan Bima karena sang resi berada di pihak kurawa, saya berpendapat bahwasanya resi Durna sebenarnya telah memberikan ilmu yang tidak semua satria (bahkan dirinya) mampu untuk menjalani, dengan demikian Durna adalah salah satu guru yang sangat berjasa bagi bima (selain guru lainnya yaitu BALADEWA/BALARAMAraja Mandura kakak dari prabu KRESNA yang mengajarkan bima beladari dengan menggunakansenjata GADA) karena telah memberikan petunjuk padanya untuk mencari ilmu kasampurnan. Selanjutnya masih menurut pendapat saya, Resi Durna tentu sangat tahu dan hafal wataq wrekudara yang sangat patuh, berkemauan keras, yakin seyakin yakinnya, bercita-cita tinggi nan luhur, memiliki tekad yang kuat, dan berpegang teguh pada prinsip; oleh karena itu Sang resi memberikan petunjuk yang bagi orang biasa hal tersebut sangat mustahil untuk dicapai.
Orang Jawa menganggap cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.
Dewa Ruci yang merupakan cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria Werkudara dan Dewa Ruci.
MASUK KEDALAM PENJELASAN MAKNA:
Pencarian air suci Prawitasari
Guru Durna memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.
Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai lendeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.
1. Sebelum melakukan samadi orang harus membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.
2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung.
Pandangan atau paningal sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.
Raksasa Rukmuka dan Rukmakala
Di hutan, Bima diserang oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmala. Dalam pertempuran yang hebat Bima berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.
Rukmuka : Ruk berarti rusak, ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak (kemukten); berpuasa/ngenchot.
Rukmakala : Rukma berarti emas, kala adalah bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain (kamulyan) Bima tidak akan mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan (keduniawian), karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus halangan-halangan tersebut.
Samudra dan Ular
Bima akhirnya tahu bahwa air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.
Ular adalah simbol dari kejahatan/godaan syetan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru. Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya.
Untuk itu dia harus mempunyai sifat sebagai berikut :
Rila : dia tidak susah apabila kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.
Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.
Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.
Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar.
Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.
Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati.
Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
Samadi .
Ngurang-ngurangi: dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.
Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.
Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.
Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar.
Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.
Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati.
Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
Samadi .
Ngurang-ngurangi: dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.
Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima mebunuh ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia. Bima memasuki raga Dewa Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Di dalam, Bima bisa melihat dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.
Pelajaran spiritual dari pertemuan ini adalah :
Bima bermeditasi dengan benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya dengan cipta hening dan rasa hening.
Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti ( dalam artian satu kehendak / apa yang diinginkan gusti sama dengan yang diinginkan bima ).
Di dalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.
Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti ( dalam artian satu kehendak / apa yang diinginkan gusti sama dengan yang diinginkan bima ).
Di dalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.
Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima
Bima mengenakan pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunyatan-kenyataan sejati.
Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai sinar suci yang terang yang terdapat di dalam paningal.
Batik poleng : kain batik yang mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.
Tusuk konde besar dari kayu asem
Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Tanda emas di antara mata.
Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.
Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.
Kuku Pancanaka
Bima mengepalkan tinjunya dari kedua tangannya. Melambangkan :
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnyalima pandawa bisa mengalahkan seratus korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah mencapai ilmu sejati.
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnya
Penjelasan singkat;
Diceritakan bahwasanya wrekudara mengalahkan ular tersebut dengan salah satu senjata andalannya yanitu KUKU PANCANAKA. Maknanya sebagai berikut:
Kuku pancanaka merupakan senjata andalan bima selain gada rujakpolo,
Gada: sejenis senjata, rujak: mengandung arti rujak/dicampur, polo: otak. Jadi gada rujak polo mengandung arti kepintaran/kecerdasan berfikir.
Kuku: kuku, yang akan tumbuh terus walaupun dipotong selama manusia hidup, Panca : lima . Mengapa kuku pancanaka ini terletak pada ibu jari wrekudara bukan pada jari-jari lainnya?, menurut saya ini merupakan symbol dari restu/ridho dari ibu, karena wrekudara tidak pernah sekalipun menyakiti hati ibu kunthinalibrata. Bahkan jika sedang berjalan dengan ibundanya, ia tidak memperbolehkan ibu kunthinalibrata untuk berjalan kaki dan wrekudara akan menggendong sang ibu di pundaknya.
Pada saat wrekudara akan mencari tirta kamandanu, semua orang terdekatnya melarang untuk berangkat karena berbahaya, namun tidak dengan ibu kunthinalibrata. Walaupun dengan berat hati dewi kunthinalibrata merestui dan meridhoi keberangkatan anak keduanya yaitu wrekudara untuk mencari ilmu kasampurnan.
Pada saat dililit oleh ular di tengah2 samudra wrekudara sudah tidak bisa apa-apa lagi dan tidak bisa menggunakan gada rujakpolonya, namun masih bisa menggunakan kukupancanakanya yang melekat di ibujari. Ini mengandung makna seberapapun kepintaran dan kecerdasan seseorang, namun tetap pada moment-moment/situasi tertentu kepintaran itu tidak berguna sedangkan doa dan ridho dari orangtua memberikan pertolongan pada saat yang kita tidak sadari, sebagaimana yang terjadi pada saat kuku pancanaka mampu membantu wrekudara mengalahkan ular yang melilitnya.
Rahayu(rahayu).….
Rahayu(rahayu).….
Sumber cerita: Pagelaran wayang kulit dengan lakon “ Dewa Ruci “
Gambar Wayang hitam putih dari buku ; “ Serat Dewaruci “ karya M. Ng. Mangoenwidjaia terbitan tahun Terbitan 1922 ~ 1929.